Oleh Eko Waskito Wibowo Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD Langsa
Dunia kedokteran memiliki aturan baku dalam menyelamatkan para pasiennya. Salah satu aturan ialah harus berpuasa selama 6 jam sebelum menjalani operasi. Puasa yang dilakukan ini, bagi masyarakat, tentu menjadi salah satu pertanyaan besar, mengapa sih harus puasa?. Kadangkala, tidak jarang keluarga tanpa sepengetahuan dokter dan perawat di ruangan perawatan, memberi minuman atau makanan karena kasihan melihat pasien kehausan atau kelaparan. Tentu saja hal ini sangat membahayakan keselamatan pasien.
Dalam dunia pembedahan, terdapat 2 tindakan yang mempengaruhi tubuh pasien. Pertama ialah tindakan pembiusan (anestesi), untuk menghilangkan rasa sakit dan kecemasan. Kedua ialah tindakan pembedahan itu sendiri, untuk mengupayakan menghilangkan penyebab pasien berobat ke rumah sakit.
Tindakan pembiusan ini yang erat kaitannya dengan mengapa seorang pasien harus puasa. Ada beberapa teknik pembiusan yang akan dipilih oleh dokter ahli anestesi, yaitu pembiusan umum, pembiusan setengah badan, pembiusan untuk satu daerah organ tubuh, dan pembiusan lokal.
Pemilihan teknik pembiusan akan mempertimbangkan beberapa faktor antara lain: lokasi penyakit pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan, riwayat penyakit yang diderita pasien dan tentunya mempertimbangkan keselamatan dan kenyamanan pasien.
Kecuali pembiusan lokal, semua tindakan pembiusan pada operasi yang yang terencana membutuhkan persiapan puasa yang cukup.
Pembiusan umum
Pada teknik pembiusan umum, pasien akan dibuat tidak sadar sepenuhnya. Ketika pasien tidak sadar, akan menyebabkan hilangnya refleks yang dapat membahayakan tubuh, seperti refleks batuk dan refleks menelan.
Oleh karena itu, kondisi yang dapat terjadi jika pasien tidak puasa (pasien makan dan minum) sebelum operasi kemudian dilakukan pembiusan umum, dan kemudian pasien mengalami muntah. Muntahan tersebut akan naik ke tenggorokan (regurgitasi), dan pasien tidak mampu menelan atau membatukkannya, maka sebagian makanan dapat masuk ke paru-paru pasien. Hal ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kerusakan pada paru-paru.
Mengapa sangat berbahaya?
Jika kita melihat komposisi isi lambung dengan derajat keasaman mencapai 2,5 (keasaman normal: 7,35-7,45) atau kurang dapat masuk ke dalam cabang tenggorok ini, akan mengakibatkan terjadinya kematian sel/jaringan. Kematian sel ini dimulai dari sembabnya jaringan paru-paru terisi cairan dan penuh dengan sel-sel radang.
Gejala yang muncul dapat mengakibatkan sesak nafas, denyut jantung meningkat/berlebihan, jika keadaan semakin memberat dapat mengakibatkan kulit selaput lender pucat kebiruan karena kekurangan oksigen yang dapat mengakibatkan kematian. Dalam dunia medis, masuknya isi lambung ke dalam paru paru disebut dengan sindroma mendelson.
Berapa lama puasa harus dijalani sebelum operasi
Secara umum, pada tindakan operasi yang terencara pasien diminta puasa selama enam-delapan jam sebelum operasi dilakukan. Pengecualian pada bayi dibawah enam bulan, dapat diberikan ASI empat jam sebelum operasi dilakukan, dan dapat diberikan cairan bening dua jam sebelum operasi dilakukan.
Sedangkan pada tindakan operasi gawat darurat yang mengancam nyawa/dapat mengakibatkan kecacatan, pengaturan puasa ini dapat diabaikan, dan dokter ahli anestesi akan merencanakan teknik pembiusan yang berbeda pada operasi yang terencana. Tentunya dengan resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan operasi yang terencana.
Pembiusan sadar
Pada pembiusan yang sadar, pasien juga harus dilakukan puasa. Mengapa? Ketika pasien dalam kondisi terbius selama operasi berlangsung, dapat terjadi kondisi gawat darurat yang membutuhkan tindakan dari dokter anestesi. Kondisi gawat antara lain, terjadi sumbatan jalan nafas, pasien sesak nafas, pasien gelisah, kesakitan, perdarahan, tekanan darah tidak stabil dan sebagainya. Jika itu terjadi, tindakan yang dilakukan seperti memberikan bantuan nafas, memasukkan pipa nafas ke dalam saluran pernafasan, menambahkan obat bius dan sebagainya.
Oleh karena itu, jika pasien tidak puasa dengan cukup, maka resiko untuk terjadinya regurgitasi tadi menjadi besar, dan akibatnya akan mengakibatkan kematian.
Kapan pasien boleh makan setelah dilakukan operasi?
Pasien yang telah puasa 6-8 jam sebelum operasi, kemudian operasi dilakukan sekitar 2 jam, pasien dapat mengalami rasa lemah, haus dan lapar, dan ini tentunya dapat mengurangi kenyamanan pasien. Perawat di ruangan tentunya tidak berani sembarangan memberikan makan atau minum pada pasien setelah operasi tanpa adanya instruksi dokter. Berikut ilustrasi pasien yang dilakukan operasi (berkaitan dengan puasa): “Suster, ibu saya sudah puasa kurang lebih sepuluh jam sebelum operasi dan selama operasi. Sekarang beliau sudah sadar dan minta minum, kenapa belum boleh?. Kasihan dia kelihatan haus sekali.” Syarat pasien boleh makan setelah selesai operasi ialah:
- Pasien sudah sadar baik.
- Tekanan darah cukup dan denyut jantung normal.
- Pasien dapat mengikuti perintah dengan baik, seperti dapat menelan ludah, dapat batuk, dapat mengeluarkan lidah, dan dapat menarik nafas.
- Jika operasi tidak didaerah usus, sekitar 2-3 jam selesai operasi pasien bisa diberikan air hangat dahulu, jika pasien dapat menelan dengan baik, maka dapat dilanjutkan dengan konsistensi yang lebih padat secara bertahap.
- Pada operasi dengan pembiusan setengah badan, misalnya pada operasi melahirkan 2-3 jam setelah operasi, sudah dapat minum sedikit-sedikit dengan air hangat, jika pasien dapat menelan denganbaik, maka dapat dilanjutkan dengan konsistensi yang lebih padat secara bertahap.
- Jika operasi didaerah usus, terdapat kekhususan untuk pemberian makan. Tergantung kelainan yang ditemukan sewaktu operasi dan tindakan bedah yang dilakukan terhadap usus tersebut. Pada kasus ini, dokter bedah dan dokter anestesi akan berdiskusi tentang rencana diet pada kasus ini, dan akan menyampaikan kepada keluarga tentang rencana diet/ makan pada pasien ini.
Demikian, beberapa hal tentang puasa sebelum operasi dan kapan boleh makan setelah operasi dilakukan. Semoga bermanfaat.